Laman

Monday, July 7, 2014

Seputar Mandi Bersih



Bolehkah mandi junub dijamak dengan mandi bersih (setelah haidh)? Dimana seorang wanita yg tlah bersih dr haidh namun belum sempat mandi bersih, kemudian berhubungn badan dg suami. Dengan demikian mandinya di jamak. Apakah hal trsebut dosa? Tolong penjelasannya ustadz. Jazakallah.

Assalamu alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba'du:

Barangkali yang menjadi pertanyaan Anda adalah bolehkah seorang suami menggauli isterinya yang telah berhenti dari haid tetapi belum bersuci? terkait dengan ini para ulama berbeda pendapat:
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa suami boleh menggaulinya apabila telah berlalu waktu sholat atau darah telah berhenti setelah sepuluh hari haidh (batas lamanya haidh menurut Abu Hanifah). Alasan diperbolehkan Karena menurut beliau wanita tersebut telah suci. Namun demikian, menurut beliau sebaiknya mandi terlebih dahulu.
Ibn Hazm berpendapat bahwa menggauli isteri sesudah darah haid berhenti diperbolehkan selama ia telah bersuci; entah dengan membersihkan kemaluannya, berwuduk, atau mandi. Yang tidak boleh sebelum mandi hanyalah melakukan shalat.
Adapun Jumhur ulama menyatakan bahwa suami tidak boleh menggauli isterinya yang berhenti dari haidh sebelum isterinya itu bersuci, baik dengan mandi ataupun bertayammum ketika tidak ada air. Hal tersebut sebagaimana yang Allah firmankan: "Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri" (QS. Al-Baqoroh: 222)
Mujahid berkata: yang dimaksud dengan "Hatta Yathurna" adalah berhenti darahnya. Sedangkan "Faidzaa Tathoharna" bersuci dengan mandi. (HR Abdurrozaq No. 1272, Baihaqi 1/310)
Imam Nawawi berkata "Ketahuilah bahwa keharaman melakukan hubungan badan bagi mereka yang berpendapat demikian berlaku pada saat isteri sedang haidh atau setelah darahnya berhenti sebelum wanita tersebut mandi atau bertayammum jika tidak ada air. Ini adalah pendapat madhab kami, Imam Malik, Imam Ahmad dan Jumhur Ulama salaf dan kholaf" (Syarah Muslim Lin-Nawawi 1/593)
Ibnu Taimiyyah berkata: Adapun wanita yang haidh, apabila darahnya telah berhenti maka suaminya tidak boleh menggaulinya sampai ia mandi terlebih dahulu jika mampu melaksanakannya atau bertayammum sebagaimana pendapat Jumhur ulama seperti Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i" (Majmu' Al-Fatawa 21/624)
Imam Atho ditanya tentang hal tersebut berkata: "tidak boleh sampai wanita tersebut mandi terlebih dahulu.”Demikian juga pendapat Salim bin Abdulloh dan Sulaiman bin Yasar. (HR Abdurrozzak, Malik dan Al-Baihaqi) Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata: "Para ulama telah sepakat bahwa wanita yang telah berhenti haidnya tidak boleh digauli oleh suaminya sampai ia mandi dengan air atau bertayammum jika memiliki udzur."
Dengan melihat dalil-dalil di atas dan untuk keluar dari khilaf, hendaknya jimak atau menggauli isteri dilakukan setelah bersih dan mandi wajib.
Wallahu A`lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.

No comments:

Post a Comment